Senin, 14 Juli 2008

male infertility

Dr. Nono Tondohusodo, M.Kes, Sp.And
Tim Bayi Tabung “ Graha Tunjung”
Sub.Bag. Fertilitas Endokrinologi Reproduksi (FER)
BAG/SMF Obstetri & Ginekologi FK UNUD Denpasar

Pasangan disebut infertil jika belum terjadi kehamilan setelah menikah 1 tahun atau lebih, dengan catatan pasangan tersebut melakukan hubungan seks secara teratur tanpa alat kontrasepsi.Infertilitas pasangan suami istri kurang lebih merupakan 10 - 15 % dari pasangan usia subur. Kurang lebih setengah dari jumlah itu disebabkan oleh faktor pria. Pada masa lalu kebanyakan anggapan menyebutkan bahwa yang menjadi penyebab utama infertilitas pasangan adalah pihak wanita. Pandangan tersebut akhir-akhir ini berubah bahwa infertiltas adalah problem pasangan yaitu suami dan istri.
Penyebab infertiltas pria antara lain karena faktor potensi generandi dan potensi coendi, yaitu kendala pada komponen untuk memproduksi sel-sel benih dan kegagalan untuk dapat berhubungan seks. Maka dari itu penanganan infertilitas pria diupayakan untuk meningkatkan kedua potensi tersebut.
Penyebab kegagalan potensi generandi meliputi faktor pre testikuler, testikuler dan post testikuler. Faktor pre testikuler misalnya kelainan yang terjadi pada daerah sebelum testis misalnya di hipotalamus dan hipofisa ( hipogonadisme sekunder). Kelainan testikuler adalah kelainan yang terdapat di testis yaitu hipogonadisme primer. Berbagai kelainan genetik, kelainan kongenital, infeksi, radiasi, obat-obatan, trauma dan proses aging termasuk kausa primer pada gangguan testis. Kelainan post testikuler yaitu kelainan pada daerah setelah testis misalnya epididimis, vesika seminalis, prostat dan kelenjar seks asesoris.
Untuk melihat penyebab infertilitas pria dapat dilakukan dengan pemeriksaan analisa sperma. Semua unsur dalam analisa sperma dapat berpotensi secara tunggal atau bersama untuk berpengaruh pada status fertilitas seorang pria. Hasil analisa sperma ditambah dengan anamnesis , pemeriksaan fisik, laboratorium umum dan laboratorium andrologi dapat merupakan alat guna mengetahui kasus infertilitas pria. Penyebab infertilitas pria karena disfungsi seksual dapat berupa kelainan vaskuler, neurologis, penyakit sistemik, kelainan endokrin, penyakit pada penis atau adanya gangguan psikologis. Beberapa jenis obat-obatan tertentu telah diketahui mempunyai efek samping berupa disfungsi seksual.
Usaha-usaha untuk mengatasi infertilitas pria telah dilakukan oleh banyak pihak dan WHO telah membuat suatu penuntun penatalaksanaan infertilitas pria. Tetapi telah diketahui bahwa hampir separuh penyebab infertilitas pria tidak diketahui, sehingga pengobatan tidak bisa diarahkan dengan tepat. Disamping itu banyak kelainan-kelainan yang menyebabkan infertilitas pria sudah tidak dapat diobati atau pengobatannya tidak terlalu efektif. Jadi secara umum sampai saat ini dapat dikatakan hasil pengobatan infertilitas pria masih mengecewakan.
Misalnya untuk pengobatan biasa dengan faktor penyebab infertilitas pria, maka angka kehamilan per siklus sekitar 3 %. Ini berarti dari 100 pria diobati maka dalam bulan pertama yang berhasil menghamili istrinya adalah 3 orang. Tampaknya cukup sedikit, tetapi ini adalah proses reproduksi alamiah sehingga akan berulang dan bertambah terus tiap bulan. Secara kumulatif dalam setahun sekitar 30 orang berhasil dan dalam 2 tahun secara keseluruhan 50 orang berhasil. Setelah 2 tahun angka ini angka ini biasanya tidak akan banyak bertambah, sehingga masih ada 50 % pria yang belum berhasil walaupun telah dihilangkan penyebabnya. Oleh karena itu ditempuh alternatif lain melalui rekayasa untuk meningkatkan kemampuan reproduksi pria dengan teknologi yang secara umum disebut Assisted Reproductive Technology (ART).
ART memegang peranan penting dalam penanganan infertilitas pria, bukan hanya karena merupakan cara pengobatan yang cukup berhasil, tetapi juga mempunyai nilai diagnostik untuk menguji kemampuan fertilitas spermatozoa seperti pada metode fertilisasi in-vitro (IVF). Indikasi ART untuk faktor pria bisa meliputi infertilitas imunologik, oligo-/ astheno-/ terato zoospermia idiopatik dan infertilitas pria yang gagal dengan pengobatan kausal. Dengan berhasilnya injeksi sperma intra sitoplasmik (ICSI) maka indikasinya meluas untuk hampir semua masalah infertilitas pria termasuk OAT berat , kegagalan fertilisasi pada IVF bahkan untuk azoospermia baik obstruktif maupun non obstruktif.
Ada beberapa macam metode ART dimana masing-masing metode memiliki keunggulan dan keterbatasan sendiri-sendiri. Metode yang cukup sederhana adalah IUI, membutuhkan biaya yang jauh lebih rendah dan dapat diulang beberapa kali, tetapi angka keberhasilannya rendah serta syarat saluran telur tidak boleh buntu dan kualitas sperma tidak terlalu jelek. Sedangkan pada metode IVF-ET bisa dikerjakan pada saluran telur buntu dan kualitas sperma yang relatif kurang. Keuntungan lain yaitu fertilisasi bisa diamati untuk menilai potensi fertilisasi sperma dan sel telur. Angka kehamilannya tidak terlalu tinggi. Metode ICSI tentunya merupakan pilihan untuk kelainan sperma yang sangat berat dengan keberhasilan paling tinggi, tetapi keterbatasannya adalah memerlukan peralatan yang canggih dan biaya mahal. ICSI dapat dilakukan pada pria azoospermia dengan menggunakan spermatozoa berasal dari epididimis melalui prosedur MESA (Microsurgically Epididymal Sperm Aspiration) dan juga dari testis melalui prosedur TESE (Testicular Sperm Extraction). Angka keberhasilan pasangan biasanya diungkapkan dengan angka kehamilan per siklus.
Dengan teknologi yang ada pada saat ini , tidak semua pasangan yang mengikuti program ini akan menjadi hamil. Dilain pihak, banyak pasangan-pasangan yang tidak mungkin hamil menjadi hamil dengan melalui proses rekayasa ini.
PENANGANAN INFERTILITAS PRIA






















Oleh :
Dr. Nono Tondohusodo, M.Kes. Sp.And
Tim Bayi Tabung “ Graha Tunjung”
Sub.Bag. Fertilitas Endokrinologi Reproduksi (FER)
BAG/SMF OBGIN FK UNUD/RS SANGLAH DENPASAR
2004

Tidak ada komentar: